google.com
Salah satu penyakit da’wah yang banyak menimpa para
da’i, adalah isti’jal (terburu-buru).
Di dalam kamus da’wah, istilah isti’jal berarti: ingin mengubah realitas kaum muslimin yang ada sekarang dalam sekejap mata.
Tanpa mempertimbangkan akibat-akibat yang akan terjadi. Tanpa memahami kondisi
dan situasi yang ada. Tanpa memiliki persiapan yang memadai, baik menyangkut
sarana, manhaj atau kelanjutan pembinaan.
Diantara bentuk-bentuk isti’jal yang sering muncul ke
permukaan da’wah:
1. Ingin merekrut anggota
jama’ah sebanyak-banyaknya. Tanpa memikirkan aspek kualitas (tarqiyah)
moral, intelektual dan operasional. Tindakan ini, jika tidak segera diatasi,
akan mengakibatkan tasaqut (bergugurannya) para prajurit da’wah dari
“kafilah da’wah” ini, karena titian kehidupan setiap muslim, khususnya mereka
yang terlibat aktif dalam gerakan da’wah, tidak akan lepas dari “hal-hal yang
tidak menyenangkan”, sebagaimana disebutkan Rasulullah SAW: “Syurga itu
dikelilingi oleh hal-hal yang tidak menyenangkan”. Akibat lain yang akan
segera muncul, karena tindakan ini mengakibatkan terjadinya futur
(kelesuan) di kalangan mereka. Tidak bergairah untuk melakukan tugas
iqamatuddin. Akhirnya tidak memiliki rara tanggung-jawab terhadap da’wah.
Bahkan nilai-nilai ke-Islaman yang dimilikinya pun akan mengalami degradasi
sampai pada batas yang sangat menyedihkan.
2. Ingin segera melihat dan
memetik buah da’wah. Biasanya gejala ini muncul dalam bentuk gugatan-gugatan
yang bernada frustasi : “Kita sudah berda’wah sekian lama, tapi mengapa tidak
pernah menang?”. Tragisnya mereka mengartikan kemenangan da’wah itu hanya
dengan terbentuknya sebuah Daulah Islamiah. Akibatnya timbullah
perpecahan diantara mereka, bahkan tidak jarang mengakibatkan kematian yang
tidak mulia. Padahal kemenangan da’wah menurut Islam itu beraneka ragam
bentuknya. Bisa dalam bentuk tersebarnya fikrah. Kemenangan prinsip. Tumbangnya
prinsip-prinsip Jahiliah. Syahidnya para da’i. Kemenangan aqidah (sekalipun
orangnya terbunuh seperti kasus Ashabul Ukhdud), dan lain
sebagainya.
Sebab-sebab Terjadinya
Isti’jal
Pertama, faktor psikologis. Isti’jal, sebagaimana disebutkan
Allah, adalah salah satu tabi’at yang melekat pada fitrah manusia.
“Manusia itu telah dijadikan
(bertabiat ) tergesa-gesa” (Al-Anbiya’:
37)
“Dan manusia mendo’a untuk
kejahatan sebagaimana ia mendo’a untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat
tergesa-gesa” (Al-Isra’: 11)
Sebab itu jika seorang da’i tidak dapat
mengendalikannya, dengan kendali “akal” dan pemahaman, atau meredamnya, maka
tidak ayal lagi naluri tersebut akan mendorongnya untuk melakukan
tindakan-tindakan yang “tergesa-gesa”, yang akan merugikan dirinya sendiri dan
da’wah.
Dalam Al Qur’an, Allah menyebutkan kata sabar
lebih dari seratus kali. Baik dalam ayat-ayat Makkiah ataupun dalam ayat-ayat
Madaniyah. Ini berarti untuk membina dan mengarahkan naluri manusia ini kepada
sikap dan tindakan yang terarah dan terprogram secara baik tidak hanya
memperturutkan emosi.
Kedua, karena semangat keimanan yang tidak dibarengi oleh
penguasaan manhaj da’wah. Suatu program pembinaan yang hanya mengandalkan pada
pemompaan semangat keimanan, tanpa dibarengi penguasaan konsepsional da’wah,
maka tidak ayal lagi akan melahirkan tindakan tergesa-gesa. Sehingga terjadilah
pemborosan potensi keimanan. Karena dis-alokasi oleh karena itu Allah
memberi arahan kepada kita didalam ayatnya :
“Katakanlah: “Ini jalanku,
Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan
bashirah (manhaj da’wah) yang jelas. Maha suci Allah, dan aku tiada termasuk
orang-orang yang musyrik”. (Yusuf :
108).
Hendaknya, Al Qur’an jangan hanya dijadikan sumber nilai
dan kekuatan moral (syariah). Tetapi harus juga dijadikan sebagai minhaj
kehidupan dan da’wah yang akan memberikan bimbingan, dan arahan dalam
mengalokasikan potensi moral tersebut.
“…………………….untuk tiap-tiap
ummat di antara kamu, kami berikan aturan (syariat dan jalan yang terang
(minhaj)”. (Al-Maidah : 48)
Ketiga, Watak dan tabiat zaman dimana kita hidup sekarang ini.
Keberadaan kita di abad teknologi dan informasi yang serba cepat dan canggih ini
memberi kemungkinan memiliki andil dalam membentuk dan melahirkan sikap
isti’jal. Sehingga para da’i pun ikut terbawa ingin cepat didalam da’wahnya, ia
lupa manusia tidak sama dengan teknologi yang dapat dipercepat proses
pematangannya.
Keempat, ketidaktahuan tentang cara kerja musuh. Ini kemungkinan
lain yang ikut membidangi lahirnya isti’jal di kalangan ummat Islam, khususnya
para da’i. Mereka mudah tertipu kepura-puraan lawan, yang menyelusup kedalam
tubuh ummat Islam dengan membawa “racun-racun” pemikiran yang dibungkus dengan
“cap-cap” “jihad”, “hijrah” dan lain sebagainya. Ini ditambah dengan
ketidaktahuan mereka tentang Islam. Khususnya konsepsi Islam tentang
masalah-masalah yang sering dipakai oleh musuh sebagai “pisau” untuk menusuk
Islam dan ummatnya.
“Hai orang-orang yang
beriman, berhati-hatilah kamu, dan majulah (kemedan jihad) berkelompok-kelompok
(jama’ah) atau majulah bersama-sama “.
(An-Nisa’: 71)
Kelima, lupa terhadap tujuan seorang muslim. Tujuan utama setiap
muslim mencari keridhaan Allah. Ini tidak dapat tercapai kecuali dengan
berpegang teguh terhadap manhaj-Nya. Teguh dan sabar, hingga menghadap
kepada-Nya.
“Barangsiapa mengharap
perjumpaan dengan Allah, maka hendaklah ia mengerjakan amal shalih dan janganlah
ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Rabbnya”. (Al-Kahfi: 110).
Mereka lupa bahwa kita hanya dituntut untuk beramal
shalih. Amal yang sesuai dengan manhaj-Nya. Kita tidak dituntut “Hasil” atau
kemenangan dalam wujud kekuasaan. Sebab, hal ini merupakan wewenang Allah yang
akan diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.
“Dan kemenangan itu hanyalah
dari sisi Allah”. (Al-Anfal: 10)
Sesungguhnya fenomena terjadinya isti’jal di dalam
da’wah ini bukan monopoli abad kita sekarang saja. Di masa Rasulullah SAW pun
fenomena isti’jal ini pernah muncul. Khabbab bin Al-Arit ra. pernah datang
kepada Rasulullah tentang ihwal dirinya, dan para sahabat yang menghadapi
gangguan yang tak terperikan. Khabbab berkata “Wahai Rasulullah SAW, tidakkah
engkau berkenan untuk berdo’a bagi kami ….”.jawab Nabi SAW, “Kalian ini
belum seberapa. Orang-orang sebelum kalian bahkan ada yang dimasukkan ke dalam
lubang, kemudian digergaji kepalanya menjadi dua. Tetapi itu semua tidak
membuatnya bergeser dari agamanya ….., tetapi kalian tergesa-gesa”.
Isti’jal, suatu sikap yang berbahaya dan harus dihindari dalam
da’wah. Diantaranya dapat disembuhkan dengan bekerja melalui program yang
terarah, manhaj pembinaan yang jelas dan menyeluruh, dalam suatu mekanisme kerja
yang terpadu serta terstruktur. Tanpa program atau manhaj da’wah yang jelas dan
menyeluruh, selamanya kita akan terjebak ke dalam sikap isti’jal.
Wallahu’alam
Bagikan artikel ini bila bermanfaat. "Barangsiapa yang menunjukkan kepada suatu kebaikan, maka dia memperoleh pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya" (HR. Muslim)
Sign up here with your email
Jika ada kesalahan silahkan berkomentar. Terima kasih telah saling mengingatkan dalam kebaikan dengan memberikan kritik dan saran. ConversionConversion EmoticonEmoticon