google.com
Sekali-kali jangan pernah merasa diri lebih
tinggi, lebih besar, lebih fakih, lebih berilmu, dan lebih banyak amal, karena
kita tidak tahu orang di sekeliling kita.
Bisa jadi dia biasa-biasa saja,
berpenampilan sederhana, bahkan di masyarakat hanya dipandang sebelah mata,
tetapi ternyata berhati mulia dan termasuk pribadi bertakwa di sisi-Nya.
Ada cerita indah dan menarik, sekaligus
menakjubkan, ketika membaca kisah yang dituliskan ustadz Salim A Fillah dalam
bukunya "Barakallahu Laka, Bahagianya Merayakan Cinta" pada halaman
448-449.
Tulisnya dalam buku itu, "Suatu malam,
Ustadz Muhammad Nazhif Masykur berkunjung ke rumah. Setelah membicarakan
beberapa hal, beliau bercerita tentang tukang becak di sebuah kota di Jawa
Timur".
Ustadz Salim melanjutkan, “Ini baru
cerita, kata saya. Yang saya catat adalah, pernyataan misi hidup tukang becak
itu, yakni:
(1) jangan pernah menyakiti
(2) hati-hati memberi makan istri."
“Antum pasti tanya,” kembali Salim melanjutkan ceritanya sembari menirukan kata-kata
Ustadz Muhammad. "Tukang becak macam apakah ini,
sehingga punya mission statement segala?". Saya juga takjub dan berulang kali berseru,
“Subhanallah,” mendengar
kisah hidup bapak berusia 55 tahun ini.
Beliau ini Hafidz Qira’at Sab’ah! Beliau
menghafal Al-qur’an lengkap dengan tujuh lagu qira’at seperti saat ia diturunkan: qira’at Imam
Hafsh, Imam Warasy, dan lainnya. Dua kalimat itu sederhana. Tetapi
bayangkanlah sulitnya mewujudkan hal itu bagi kita.
Kalimat Pertama, Jangan pernah menyakiti. Dalam tafsir
beliau di antaranya adalah soal tarif becaknya. Jangan sampai ada yang menawar, karena
menawar menunjukkan ketidakrelaan dan ketersakitan.
Misalnya ada yang berkata, “Pak, terminal
Rp 5.000 ya." Lalu dijawab,“Waduh, enggak bisa, Rp 7.000 Mbak." Itu namanya sudah menyakiti. Makanya,
beliau tak pernah pasang tarif. “Pak, terminal Rp 5.000 ya.” Jawabnya pasti OK. “Pak, terminal Rp 3.000 ya." Jawabnya juga OK. Bahkan kalau,“Pak, terminal
Rp 1.000 ya.” Jawabnya juga sama, OK.
Gusti Allah, manusia macam apa ini.
Kalimat kedua, hati-hati memberi makan
istri. Artinya, sang istri hanya akan makan dari keringat dan becak tuanya.
Rumahnya berdinding gedek. Istrinya berjualan gorengan. Stop! Jangan dikira
beliau tidak bisa mengambil yang lebih dari itu. Harap tahu, putra beliau dua
orang. Hafidz Al-qur’an semua.
Salah satunya sudah menjadi dosen terkenal
di perguruan tinggi negeri (PTN) terkemuka di Jakarta. Adiknya, tak kalah
sukses. Pejabat strategis di pemerintah. Uniknya, saat pulang, anak-anak sukses
ini tak berani berpenampilan mewah. Mobil ditinggal beberapa blok dari rumah.
Semua aksesoris, seperti arloji dan handphone dilucuti. Bahkan, baju parlente
diganti kaus oblong dan celana sederhana. Ini adab, tata krama.
Sudah berulang kali sang putra mencoba
meminta bapak dan ibunya ikut ke Jakarta. Tetapi tidak pernah tersampaikan.
Setiap kali akan bicara serasa tercekat di tenggorokan, lalu mereka hanya bisa
menangis.
Menangis. Sang bapak selalu bercerita
tentang kebahagiaannya, dan dia mempersilakan putra-putranya menikmati
kebahagiaan mereka sendiri.
Ustadz Salim melanjutkan, “Waktu saya
ceritakan ini pada istri di Gedung Bedah Sentral RSUP Dr. Sardjito keesokan
harinya, kami menangis.
Ada banyak kekasih Allah yang tak kita kenal. Ah, benar sekali: banyak kekasih Allah dan
"manusia langit" yang tidak kita kenal.
Oleh: Ustadz Salim A.Fillah
Bagikan artikel ini bila bermanfaat. "Barangsiapa yang menunjukkan kepada suatu kebaikan, maka dia memperoleh pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya" (HR. Muslim)
Sign up here with your email
Jika ada kesalahan silahkan berkomentar. Terima kasih telah saling mengingatkan dalam kebaikan dengan memberikan kritik dan saran. ConversionConversion EmoticonEmoticon